Malam yang Gelisah
Angin bertiup kencang. Entah mengapa beberapa malam terakhir datang menyapu dalam gelap malam. Tak dapat kubayangkan nasib nelayan yang sore tadi memutuskan bertarung menantang gelombang meninggalkan daratan. Semoga saja Teluk Bone tidak memiliki tabiat yang kurang bersahabat. Sekilo dua kilo ikan akan memastikan kelanjutan hidup keluarga mereka. Melepas sauh sampai berkilo-kilo meter dari bibir pantai dengan perahu dayung yang kerdil laksana mengetuk pintu Israil untuk menarik pelatuk maut. Semoga saja laut tidak murka atas segala drama di negeri ini. Negeri hanya milik para bapak-bapak yang memiliki nama di kasta tertinggi bangsa. Dan semuanya yang katanya politisi mendadak menjadi aktor ulung memerankan lakon dalam drama panjang yang tidak berkesudahan. Menyedihkan. Amat miris. Ketika nelayan kecil bertarung di atas perahu dayung yang setiap saat selalu siap diterjang gelombang yang kadang tidak bermoral, bapak-bapak berdasi dengan perut menyerupai ibu hamil 9 bulan sedang asik memuaskan pusaka yang terdapat diantara dua paha mereka di hotel berbintang lima dengan gadis-gadis yang entah diajarkan apa oleh orang tuanya sejak kecil. Atau ada diantaranya yang sedang tenggelam dalam penulisan skenario busuk untuk diperankan keesokan harinya demi menggerus rupiah milik rakyat. Pecah!!! Sepertinya akhir Januari ini baik-baik saja. Gagak hitam belum beterbangan menebar kabar murka dari laut. Mungkin masih iba pada nelayan kecil yang terlunta-lunta di atas perahu dayung mereka. (29 Januari dalam malam yang begitu gelisah)
Komentar
Posting Komentar