Jadilah Penengah Sebelum Menjadi Pembela

Di belantika musik Indonesia, eh salah. Di dalam masyarakat kita, banyak masalah yang semakin runyam lantaran tidak ada satupun orang yang bersedia maju dengan gagah sebagai penengah. Banyak yang justeru ikut-ikutan dalam kelompok atau orang yang sedang bertikai. Ah, itu kan, cerita lama. Lazim sudah di sekitar kita. Ya, toh?

Ya, iya. Jika ada sanak keluarga, teman, sahabat, konco, atau apalah istilahnya, yang sedang bertikai dengan orang lain, tentu kita tidak akan membiarkan dia sendirian menghadapi masalah itu. Kita segera menyingsingkan lengan baju dan secepatnya ikut naik dalam panggung pertikaian itu dan menjelma menjadi sang hero. Karena keputusan kita tersebut — dengan niat membantu— tidak jarang masalah akan semakin membesar. Bagaimana tidak, kita ibarat bensin yang ditumpahkan dalam api yang sedang semangat-semangatnya berkobar. Sudah, abaikan saja kalimat saya jika terlalu puitis. Saya tidak sedang menulis puisi, kok.

Dan kebodohan kita yang tidak ketulungan adalah, kita terkadang membara-bara saja ingin membantu tapi tidak tahu apa sih, sebenarnya masalah yang sedang terjadi. Example ya, seorang anak sekolah yang baru saja datang di sekolah, tetiba saja melihat seorang temannya dipukuli anak kelas lain. Dia pasti akan langsung membantu temannya. Dengan segala daya upaya dia pun memukuli anak yang telah memukuli temannya tersebut. Padahal dia tidak tahu apa alasan anak itu memukuli temannya. Bisa saja kan, temannya mencuri atau merebut cewek si anak yang memukuli. Eaaaa, merebut. Jangan baper, ya.

Hmmm. Ya, itulah yang selalu saja terjadi di negeri yang kaya raya bergelimang kemiskinan ini (Apa, sih. Abaikan!!!). Ya, atas dalih kesetiakawanan masalah bukannya kelar, justeru semakin menjalar-jalari. Janji sehidup-semati, sih, boleh-boleh saja, tapi jangan disalahgunakan juga, kali. Maka, tak ayal kalau di TV kita biasa melihat tawuran antar desa, antar kampung, antar gang, antar RT/RW, dan…, dan…, antar-a dua hati. Maaf, salah fokus. Maka tak jarang pula perkelahian antar-antar tersebut berujung di-antar ke kantor polisi. Iya, siapa suruh.

 Maka poin yang ingin saya sampaikan yaitu, kita tak selamanya harus menjadi pembela. Terkadang kita dituntut untuk menjadi penengah. Benar, kesetiakawanan adalah nilai moral yang amat penting yang harus dipupuk, tapi hal itu tidak berlaku untuk semua hal. Ketika ada satu keluarga atau teman kita yang sedang berselisih pendapat dengan orang lain, ada baiknya kita mencari tahu dulu penyebabnya. Kita mesti mengetahui siapa benar, siapa salah. Kalau saja orang yang kita bela berada dalam pihak yang salah, toh rugi juga kita membelanya. Dosa. Lebih tepatnya kita melakukan dosa berjamaah. 

Baiknya kita tengahi saja masalah tersebut. Negara kita negara hukum. Selesaikan saja lewat jalur itu. Tapi sebelum ke jalur hukum, kita bisa selesaikan secara kekeluargaan. Siapa tahu saja dua pihak yang bertikai adalah saudara sepupu yang sudah lama terpisah. Atau siapa tahu saja, adik/kakak dari pihak yang sedang bertikai dengan teman kita adalah orang sedang kita taksir. Toh, jalan untuk mendapatkannya akan menjadi ruwet seruwet-ruwetnya. Ehhh….

Sudahlah, abaikan segala lelucon dari tulisan ini. Intinya adalah, 
“Kita tak selamanya harus menjadi pembela. Terkadang kita dituntut untuk menjadi penengah”. So, jadilah penengah sebelum menjadi pembela. Eittts, bukan pembelah, ya.

Sekian tulisan acak kadut saya kali ini.

Jika ada benarnya, semua datangnya dari Allah. Kalau ada yang salah, itu murni datangnya dari saya pribadi. 

Hatur terima kasih.

Komentar

Postingan Populer