JERIT KERINDUAN
Detik demi detik
berlalu menyisakan sepi berbalut kerinduan. Sudah beberapa hari ini aku tak lagi mendapati dia dan senyumannya yang teramat manis menurut mindsetku. Aku dilanda rindu yang tanpa
permisi menyusup setitik demi setitik menggumpal di dalam hatiku.
Adakah dia merasakan
apa yang aku rasakan detik ini? Apakah dia mendengar suara dawai jeritan
kerinduan padanya? Aku tidak peduli. Bukankah kerinduan membuncah disebabkan
adanya rasa suka ataupun sayang? Dan dunia pun tahu saat ini peluang adanya
rasa suka kepadaku hanyalah impian si pungguk.
Aku mencoba menerawang
malam yang sangat pekat. Bintang enggan memercikkan sedikit pun cahayanya.
Bulan pun malu dan sembunyi di balik angkuhnya awan. Seperti inikah cerita yang
sedang kudera? Begitu kokohnya tembok hati wanita yang kusayang. Tak dapat
kutaklukkan sampai saat ini.
Aku teringat ungkapan
Arai “Sang Pemimpi” terhadap usahanya mendapatkan setitik cinta Zakiah Nurmala.
Hati wanita yang sedang kutuju adalah tembok dan usahaku ibaratnya melemparkan
lumpur ke tembok itu. Bayi dalam kandungan sekalipun tahu bahwa lumpur tak kan
mampu merobohkan tembok itu. Tapi setidaknya lumpur itu akan membekas di tembok
tersebut. Ya, setidaknya apa yang kulakukan akan membekas di hatinya. Paling
tidak ada sedikit kepingan tentang diriku yang tertinggal disana entah dalam
beberapa waktu.
Mimpi dan tetap saja
mimpi. Ini adalah perjuangan cinta yang indah tak terperikan. Aku tak kan surut
mendambanya. Dia telah menjadi bagian dari rencana masa depanku. Dia telah
mencuri ruang yang teramat suci di dalam jiwaku. Dia telah membuatku meratapi
kerinduan karena ketidak hadirannya dalam hari-hariku belakangan ini.
Bagaikan menggenggam
angin, semua hanya angan tentang keindahan bersamanya dan jangan pernah tanyakan
tentang kokohnya rasa ini. Ruh cinta ini akan selalu hidup dalam jiwa pemimpi
sepertiku. Mungkin aku bukan sosok yang layak baginya namun aku tetap setia
menunggu hari penghakiman apakah cinta akan memihak kepadaku atau dewi fortuna
malah meninggalkanku dalam bekunya mimpi ini.
Malam pun semakin
beranjak dan aku tetap disini menikmati alunan tembang kerinduanku. Wajahnya
menari-nari di depan mataku. Aku rindu saat-saat bersamanya. aku rindu
menghabiskan separuh malam bersamanya. Aku rindu pada ekspresi manjanya.
Amboi, indahnya sensasi
merindukan hati yang bukan milik kita. Indahnya menenun mimpi dari sutra cinta
yang terjaga kehalusannya. Ah, aku terlena pada kerinduan ini. Kerinduan yang
telah menghujamkan rasa yang semakin kuat kepadanya.
Komentar
Posting Komentar